Pada saat saya sedang mengandung dan sudah bulannya alias sudah tua dan bulannya untuk melahirkan, saya memutuskan untuk tidak berpuasa dengan alasan memang karena fisik yang kurang kuat (lemas) dan kekhawatiran terhadap si janin.
Setelah mencari info kesana kemari dan bertanya kepada orang yang sekiranya mengetahui, berikut ketentuannya:
Sebagian besar ulama berpandangan bahwa wanita yang hamil boleh tidak
berpuasa pada siang hari bulan ramadhan dan menggantinya di hari yang
lain. Apabila ia tidak berpuasa karena kondisi fisiknya yang lemah dan
tidak kuat berpuasa, sebagian besar ulama berpandangan bahwa ia
berkewajiban mengqadha puasa tersebut di hari lain atau ketika mampu. Ia
tidak berkewajiban membayar fidyah. Adapun wanita yang hamil atau
menyusui dan mampu berpuasa, lalu ia tidak berpuasa karena khawatir
terhadap kesehatan anaknya saja, ia berkewajiban mengqadha dan membayar
fidyah. Demikian pendapat sebagian besar ulama. Adapun ulama hanafiah
berpendapat cukup dengan mengqadha saja. Jadi, kesimpulannya, wanita
yang hamil lalu tidak berpuasa pada bulan ramadhan berkewajiban untuk
mengqadha.
Demikian pendapat ulama Syafi’iah, Malikiah danHhanabilah.
Para ulama Kontemporer, seperti : DR Yusuf Al-Qardhawi, DR Wahabah
Zuhaili, Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz bahwa wanita
yang hamil atau menyusui berkewajiban untuk mengqadha puasa yang
ditinggalkan. Sedangkan fidyah sendiri, pada dasarnya hanya berlaku
untuk orang yang tidak ada harapan untuk berpuasa, misalnya : orang tua
yang tidak mampu berpuasa atau orang yang sakit menahun. Oleh karena
itu, DR Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bagi wanita yang tidak
memungkinkan lagi untuk mengqadha karena melahirkan dan menyusui secara
berturut-urut sampai beberapa tahun, ia bisa mengganti qadhanya dengan
fidyah. Hal ini karena ada illat (alasan hukum) tidak ada
kemampuan lagi untuk mengqadha semuanya. selama masih bisa mengqadha dan
memungkinkan, maka kewajiban mengqadha itu tetap ada.
Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang
ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap satu hari seseorang meninggalkan
puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin.
Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau
sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. Kalau
seseorang nyaman memberi fidyah tiap hari, silahkan dilakukan.
Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa satu
bulan, silah saja.
Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan.
Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi‘i dan Imam Malik menetapkan
bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir
miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.
Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha‘
kurma atau tepung. Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan
siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha` setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha` itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha` setara dengan 2,75 liter. Untuk Jakarta saat ini , misalnya, sekitar 15
ribu rupiah untuk satu menu standar. Berarti satu hari tidak berpuasa
dapat menggantinya dengan membayar fidyah 15 ribu.
Membayar fidyah
dilakukan dengan cara memberi makan orang fakir miskin. Dan
pembayarannya bisa diwakilkan. Tidak ada keharusan seseorang membayar
fidyahnya kepada orang-orang yang berhak secara langsung. Ia bisa
mewakilkan seseorang atau lembaga untuk menyampaikan fidyahnya. Hal ini
dikarenakan pembayaran fidyah adalah ibadah maaliyah (harta) bukan ibadah fardiyah (personal yang bersifat fisik).
Dompet
dhuafa melayani pembayaran fidyah bagi umat muslim yang ingin
menyalurkan fidyahnya. Caranya: dengan transfer ke rekening zakat
Dompet dhuafa. Setelah itu konfirmasi lewat form konfirmasi zakat yang
ada di web Dompet dhuafa. Pada bukti transfer yang di-upload untuk konfermasi harap di sertakan keterangan untuk fidyah.
Siapa Saja yang Harus Bayar Fidyah?
- Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi.
- Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa.
- Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu. Mereka itu wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi‘i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha‘ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha‘.
- Orang yang menunda kewajiban mengqadha‘ puasa Ramadhan tanpa uzur syar‘i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha‘nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan :
- Fidyah untuk orang yang tidak mampu berpuasa boleh dibayarkan setiap hari selama bulan Ramadhan. Waktunya adalah ketika berbuka pada hari yang bersangkutan.
- Fidyah boleh juga dibayarkan dicicil beberapa hari sekaligus.
- fidyah boleh juga dibayarkan sekaligus selama satu bulan.
- Syarat terpenting untuk bisa membayar fidyah adalah sudah terlalui/terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.
- Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah membayar fidyah dengan satu per satu, pernah juga sekaligus.
- Bahwa membayar fidyah harus dalam bentuk makanan. Tidak boleh digantikan dalam bentuk uang.
- Kaidah penting : apa yang Allah sebutkan dengan lafazh “Al-Ith’am” atau“Ath-Tha’am” (memberikan makan) maka harus benar-benar ditunaikan dalam bentuk makanan.
Mungkin apabila masih merasa ragu, untuk ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa, bisa dilakukan keduanya yaitu mengqadha dan membayar fidyah.
*sumber: google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar